Can You See Me? 13

CHAPTER 13: Jessy dan Jenny




Jessy dan Jenny sedang mengikuti pelajaran terakhir sebelum pulang sekolah yaitu sejarah. Karena gurunya sibuk mencatat dan menjelaskan tanpa memperhatikan ke arah murid-murid, maka Jessy dan Jenny yang duduk berjauhan saling berkirim surat. Mereka menulis di secarik kertas yang dilipat-lipat kemudian meminta bantuan teman-teman untuk mengedarkannya.

Eh, Jessy. Kamu lihat sikap Risa sama Bobby beberapa hari ini gak? Mereka kok agak aneh ya. Kayak gak kenal aja. Kamu tahu gak ada apa? 
Iya sama. Aku juga ngerasa gitu. Tapi aku gak tahu kenapa. Trus kita harus gimana?
Aku juga bingung harus gimana. Kamu bantuin cari ide dong. Waktu istirahat tadi Bobby gak nongol, Risa juga kayak gak ada apa-apa. Bikin orang bingung aja. Ntar pulang sekolah pasti gak ada acara kumpul-kumpul lagi. Aku takut mau tanya langsung ke Risa atau Bobby. Emangnya mereka mau kayak gini sampe kapan....

Duh jangan jelasin panjang lebar gitu dong. Aku juga jadi bngung. Sekarang kita jadi bertiga lagi deh. Ntar aku pinjem catatanmu ya. Aku males nyatet nih. Lagipula pak Dito ini ngomong apa sih, gak ngerti.
Serius dikit dong! Kita kan lagi mbicarain tentang Risa sama Bobby. Kita harus menyelidiki sendiri. Tapi gimana ya caranya?
Jangan bilang kita harus jadi mata-mata trus ngikutin mereka tiap hari mulai dari pergi ke WC, pulang sekolah, ikut nonton sepakbola, ikut belanja macm-macem. Aku gak mau ikutan! Nyerah, capek, ngeselin, buang-buang waktu dan tenaga.
Kok malah kamu yang protes sih? Sapa bilang kita mau jadi mata-mata. Aku juga gak suka. Pokoknya kita mesti tanya mereka satu persatu kalo ada kesempatan. Kalo bsa kita selesaikan hari ini juga.
Kayak maen detektif aja. Ya udahlah. Tapi sepertinya masalahnya gawat deh. Kamu yakin bisa nyelesaiin dalam waktu satu hari?
Itu kan Cuma perumpamaan adikku tersayaang... menurutku juga gitu. Kayaknya mereka habis bertengkar hebat. Serem juga. Kita harus hati-hati Jes. Jangan sampai menyinggung perasaan mereka. Tau-tau kita bisa kena getahnya.
Kena getah? Lengket dong. He he he becanda. Serius banget sih. Iya aku tahu, aku kan bukan anak kecil lagi.
Sayangnya kamu tuh sering salah bicara di saat yang nggak tepat. Sadar nggak sih? Ntar...kalo ketemu salah satu dari mereka, jangan sampai nyebut-nyebut nama Risa dan Bobby. Oke? Udah ah aku gak selesai-selesai nyatet nih.
***
“eh, eh, Bobby. Hus hus, eh salah. Hei Bobby. BOBBY!” teriak Jessy tanpa sadar karena jengkel. Bobby tidak mengacuhkannya. Untungnya Bobby menoleh.
“kenapa sih? Berisik tau.”
Bel pulang sekolah baru saja berdering. Sesuai rencana, Jessy berusaha mencegat Bobby ketika melintas melewati kelasnya sementara Jenny sedang mencari Risa.
“kamu sih pura-pura gak denger,” gerutu Jessy sebal berusaha menyamakan langkahnya dengan langkah Bobby yang terburu-buru. “habis gini ada acara gak? Temenin aku makan di kantin ya? Laper nih.”
“gak bisa. Minta temenin kembaranmu aja. Mana dia?” tanya Bobby lalu memandang berkeliling.
“sakit perut. Sekarang lagi di kamar mandi, gak tau kapan selesainya. Ayolah, temenin aku makan dng. Makan sendirian kan sepi,” bujuk Jessy dengan sorot mata memelas, dalam hati memuji aktingnya.
Bobby tampak bimbang tapi tak tega juga.
“okelah.”
“thank you,” kata Jessy manis.
Jessy dan Bobby makan dalam diam. Tak lama kemudian Jenny muncul.
“hallo Bobby,” sapanya, tampak puas dengan Jessy.
“udah selesai setornya(buang air)?” tanya Bobby sambil menelan nasi gorengnya. 
“apa?” kata Jenny tidak paham, memberi pandangan bertanya kepada Jessy. Jessy mengedipngedip memberi tanda sambil menyantap baksonya. Jenny cepat-cepat menjawab, “eh oh iya.”
“eh Bob. Nanti malam dateng ke rumahku ya. Aku bingung mau nulis proposal gimana ke kepala sekolah. Kamu kan lebih pengalaman,” kata Jenny serius, meminta tolong.
Jenny baru tahun ini mengikuti OSIS sedangkan Bobby sudah 3 tahun ikut OSIS.
“ntar malem? Emang kapan harus diserahin?” tanya Bobby sementara Jenny memesan teh botol.
“lusa. Aduh aku beneran bngung nih. Belum lagi tugasku numpuk. Tolong dong....” kata Jenny memelas. Di sebelahnya Jessy tersedak baksonya.
“bolehlah,” jawab Bobby berbaik hati, “tapi aku bsanya jam 7. Gimna?”
“terserah deh, yang penting bisa. Tertolong akhirnya, makasih ya,” kata Jenny bersyukur.
Bobby sedang mnghabiskan es jeruknya ketika ia melihat si kembar menyedot teh botol masingmasing dengan gugup. Jenny tidak sadar ia masih menyedot tehnya yang sudah habis sedangkan Jessy justru meniup sedotannya sehingga menimbulkan gelembung-gelembung dalam teh botolnya.
“kalian berdua ini kenapa sih?” tanyanya heran bercampur curiga. Si kembar tampak salah tingkah.
“apanya?” tanya Jenny biasa-biasa saja sementara Jessy tergopoh-gopoh hendsk meminum obatnya. “ya ampun Jes! Gak boleh minum obat sekarang, kan habis minum teh. Jadinya netral kan di lambung. Kamu ngedengerin pelajaran kimia gak sih?”
“oh iya ya,” kata Jessy meminta maaf lalu memasukkan kembali obatnya. Untungnya Bobby sudah tidak bersikap curiga lagi kepada mereka.
“aku balik dulu ya,” sahut Bobby, memanggul tasnya. “sampai ntar malem.”
“eh, nanti perlu kutelpon apa gak? Sapa tau kamu lupa,” kata Jenny masuk akal.
“nggak perlu. Aku ingat kok. yuk,” jawab Bobby cepat lalu meninggalkan mereka berdua yang tersenyum gembira.
“yes,” pekik Jessy girang begitu Bobby menghilang dari pandangan.
“Tos,” kata Jenny sambil mengangkat tangan kanannya. Jessy melakukan hal yang sama lalu menepukkan tangan mereka.

“Risa ada telpon tuh dari Jenny,” kata mamanya kepada Risa yang sedang menonton TV siaran malam bersama ayah dan Letty. 
“oh iya bentar,” sahut Risa yang langsung berdiri dan berlari tergesa-gesa, menerima gagang telpon yang diulurkan mama. “halo.”
“eh Ris. Kamu bisa ke tempat kami sekarang gak?” tanya Jenny misterius.
“sekarang???” tanya Risa sambil mendongak memandang jam dinding di seberang ruangan, dahinya mengernyit. Hampir ja tujuh. “ada apa emangnya?”
“kami punya kejutan. Kamu harus datang ya,” kata Jenny bersemangat.
Risa memilin-milin rambutnya, tampak bingung. Ia hendak menolak tapi merasa tidak enak.
“tapi ini kan sudah malam. Apa nggak bisa nunggu sampai besok?” tanyanya khawatir.
“halo, halo Ris. Aku punya sesuatu nih. Datang ya,” sahut suara Jessy.
“deh Jessy mnggir dong. Justru kejutannya hari in kalau besok gak seru, ho ho ho,” kata Jenny jenaka, membuat Risa tambah penasaran.
“hm,...bukan binatang peliharaan kan?” tanya Risa menebak, teringat tentang Jessy yang sudah tidak berminat mempunyai binatang-binatang peliharaan.
“binatang? Binatang apa?” tanya Jessy tidak mengerti, menandakan tebakannya salah.
“boleh aku bawa Letty juga? Takut nih malam-malam sendirian ke tempat kalian,” tanya Risa bergidik, membayangkan jalanan yang sepi.
“eh. Jangan. Jangan,” cegah Jessy tiba-tiba, membuat Risa kaget. “maksudku kan bahaya buat Letty. Orangkan lebih tertarik nyulik dia daripada kamu. Iya kalau penculiknya mau nyulik dia aja, kalau mau nyulik kalian berdua gimana? Kan mending nyulik satu daripada dua sekalig...”
“kamu ini ngomong apa sih? Sana gantian,” potong Jenny, rupanya si kembar sedang rebutan telpon. Risa menunggu sambil menahan tawa. “ya ampun Ris, rumah kita kan dekeeet banget. Bentar aja juga nyampe. Takut banget sih!”
“tumben kalian nyiapin kejutan. Bikin orang penasaran aja. Ya udah deh. Aku berangkat sekarang,” jawab Risa akhirnya. Di seberang terdengar sorakan gembira si kembar.
“ya udah. Kami tunggu. Buruan!” seru Jenny sebelum menutup telpon.
Risa naik ke kamarnya mengambil jaket lalu berpamitan kepada Letty dan orang tuanya.
“ati-ati Ris,” kata ayah.
“ada apa ya,” kata mama ingin tahu.
“Letty juga mau dapat kejutan,” ucap Letty kecewa.
Risa menutup pintu pagar, berjalan secepat mungkin tanpa menoleh ke kanan kiri.
“awas kalo Cuma main-main,” gumamnya kedinginan seraya memikirkan hukuman yang pantas bagi si kembar bila mengerjainya.
***
“Jenny ada tante?” tanya Bobby dari balik pagar. Sepeda motornya diparkir di samping pagar kuning rumah si kembar. “lho?!” komentar ibu si kembar bingung, “Jenny sama Jessy hari ini menginap dirumah neneknya. Bobby nggak tahu ya?”
“apa? Jenny kok gak bilang ya, lupa barangkali,” kata Bobby ikut-ikutan bingung. “boleh saya tahu alamat mereka?”
“Jalan diponegoro nomor 5. Tante minta maaf ya, merepotkanmu saja. Awas kalau Jenny pulang nanti, biar ibu nasehati.”
“gak usah tante. Biar saya susul ke sana,” kata Bobby, maklum mengingat ketololan yang biasa dilakukan si kembar.
“ya sudah. Hati-hati ya,” sahut ibu Jenny lalu melangkah masuk rumah.
Agak kecewa, Bobby naik ke atas motornya. Ketika ia hendak memasang helm keatas kepalanya, ia melihat sosok seseorang yang berjalan agak menunduk di ujung jalan bergerak ke arahnya. Sosok itu sperti dikenalnya. Semakin mendekat lalu Bobby mengenalinya.
“Risa,” gumamnya. “apa artinya ini...”
Risa mendongak dan telah melihatnya juga. Sejenak mereka bertatapan tidak mengerti dalam diam.
“Bob..Bobby?” tanya Risa tak percaya.
Kemudian Risa berbalik dan melangkah pergi. Sebenarnya Risa masih marah karena Bobby meninggalkannya begitu saja tanpa mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu. Ditambah lagi sikap Bobby yang berlagak seolah tidak melihatnya sewaktu di sekolah membuatnya kesal. Pasti ini rencana Jessy dan Jenny, pikirnya. Bodohnya aku, percaya begitu saja.
“he Ris, tunggu,” teriak Bobby yang melangkah turun dari motornya lalu mengejar Risa.
Risa tidak berhenti. Bobby terpaksa mengejar dan meraih tangannya.
“tunggu Ris. Dengarkan aku. Sebentar saja,” kata Bobby kepada Risa yang menatapnya galak, menghadang langkahnya.
“kenapa aku harus mendengarkanmu? Kamu kan tidak mau mendengarku, jadi kita impas,” seru Risa ketus lalu mendorong Bobby agar menyingkir.
“Ris. Ris, dengarkan aku dulu. Aku tahu aku terlalu emosi waktu itu. Aku mintamaaf,” kata Bobby serius, membuat Risa menghentikan langkahnya dan berbalik memandangnya.
“aku minta maaf Ris. Kamu mau kan memaafkanku?”
“hm... baiklah,” kata Risa riang mendadak air mukanya tampak bersahabat. Risa sendiri tidak betah berlama-lama bertengkar dengan Bobby. “apa yang kamu lakukan disini?”
“oh Jenny memintaku membantunya membuat proposal . tidak tahunya mereka malah menginap ke tempat neneknya,” kta Bobby lega bisa berbaikan dengan Risa. “kamu sendiri ngapain jalanjalan sendirian malam-malam begini?”
“oh, itu.. si kembar memintaku datang. Ada kejutan katanya. Karena penasaran aku datang saja,” kata Risa agak kaku.
Mereka terdiam lagi, mencerna informasi ini lalu keduanya tertawa. Mereka pasti bodoh. Si kembar telah mengerjai mereka dengan lihai. Namun usaha Jessy dan Jenny tidak sia-sia.
“kelihatannya Jenny tidak perlu bantuan,” kata Bobby berubah haluan, Risa mengangguk setuju. Bobby mengambil motornya lalu berhenti di sebelah Risa. “mau ku antar sampai rumah?” “oh nggak, jalan kaki saja. Dekat kok. trims,” kata Risa menolak ajakan Bobby.
“benerrrr?”
“bener. Aha kamu pikir aku takut ya,” kata Risa becanda, “maaf ya, anda sa...ngat benar.” Mereka tertawa. Memang beginilah seharusnya keadaan disaat mereka bersama.
“aku pulang dulu deh. Kamu ke arah sana kan?” tanya Risa sembari menunjuk ke ujung jalan yang berlawanan. Sementara itu Bobby memutar motornya.
“eh Ris. Sebenarnya alasanku marah waktu itu karena.... aku suka kamu,” kata Bobby tiba-tiba, membuat Risa sendiri mematung karena kaget.
“o...oh...begitu,” kata Risa bereaksi, agak tercengang. Ia sendiri tidak tahu apa yang dikatakannya. Lalu menyesal sendiri karena ucapannya terdengar tolol.
“hati-hati ya pulangnya. Dah,” kata Bobby singkat lalu pergi, meninggalkan Risa yang seakan tampak seperti selongsong kosong.
Risa tidak sadar ia masih berdiri di dekat rumah si kembar. Lamunanya buyar ketika ada mobil yang melintas. Ia beranjak pergi, merasakan wajahnya memerah. Ia tidak percaya pada apa yang bau didengarnya. Ia pernah menduganya tapi tidak menyangka bahwa hal ini benar-benar terjadi.
Tiba-tiba ia sudah tiba di rumah, mengabaikan pertanyaan-pertanyaan dari keluarganya dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Di atas, Risa bisa mendengar suara orang tuanya sayup-sayup.
“lihat dia.”
“segitu kagetnya sampai tidak bisa bicara.”
“kira-kira apa ya kejutannya.”
“apa dia kena serangan jantung seperti Jessy?”
“entahlah.”
Previous
Next Post »
Partner Kiryuu