CHAPTER 12: HATI YANG BIMBANG
“kamu lagi mikir apa? Kelihatannya serius sekali,” tanya
Viko. Ini yang ketiga kalinya ia dan Risa bertemu di kafe favorit mereka.
“hm,..” kata Risa masih sibuk termenung lalu mnjelaskannya
lambat-lambat, “aku kan belum memaafkanmu. Ingat kan kejadian RS waktu dulu?
Aku bingung bagaimana kau harus membayarnya.”
“ya ampun... kau masih mengingatnya ya,” kata Viko tak
habis pikir, tak menyangka sempatsempatnya Risa membuat perhitungan dengannya.
“kupikir kamu lagi mikirin apa. Ndak tahunya Cuma masalah itu. Maaf deh...”
“Cuma masalah itu?!” sahut Risa galak, matanya membelalak
sebesar mata burung hantu. Viko sempat seram memandangnya. “aku kan kesal banget.
Untung aja kita bisa ketemu lagi. Nah, ayo bayar,” runtut Risa, memiringkan
kepala menantang.
“bayar gimana? Pake uang atau apa?” tanya Viko bingung, putus asa tidak tahu harus berbuat apa.
“bayar gimana? Pake uang atau apa?” tanya Viko bingung, putus asa tidak tahu harus berbuat apa.
“yak gak tau. Pokonya bukan uanglah, emangnya aku mata duitan
kayak kamu,” kata Risa sengit. “makanya dari tadi aku bingung...”
“hm...oke oke, aku tahu,” kata Viko sambil berpikir keras.
Viko tidak tahu kenapa ia harus menanggapi serius
permintaan Risa. Mungkin ia memang harus menebus kesalahannya, batinnya. Lalu
mendadak ia mendapat ide. “baiklah.”
Ia meraih kedua telapak tngan Risa di atas meja. Viko
menatap Risa mantap. Risa memandangnya bertanya-tanya. Risa diam, menunggu. Apa
yang hendak dilakukan Viko, batin Risa.
“ehem ehem,” Viko berlagak resmi, “saudari Risa. Apakah
anda bersedia mndampingi saudara Viko baik dalam senang maupun duka, muda
maupun tua, ganteng maupun jelek?” kata Viko setengah bergurau. Walaupun begitu
ia nampak serius.
Risa mengangkat alis, menilai apakah Viko sedang
mengajaknya bercanda. Ketika Viko tampak serius menunggu jawaban darinya. Ia
pun menjawab.
“bersedia,” jawab Risa seraya menahan tawa karena tidak
menyangka Viko bisa mengatakan hal sekonyol ini, “kecuali saat kau sedang buang
gas.”
Viko tertawa terbhak-bahak, matanya sampai berair. Risa
tersenyum ke arahnya. Senyumnya manis sekali. Viko mengenali senyum ini sama
seperti saat Risa sedang menjadi Anita. Senyum yng dirindukannya selma ini.
“kamu ini bisa saja,” ledek Risa yang tampak lebih riang
dan santai.
“jadi selama ini kamu bertemu dengannya Ris?” kata suara
lain menyela. Mereka tidak menyadari kedatangan pria itu.
“apa yang kamu lakukan di sini Bobby?” tanya Risa kaget.
“seharusnya aku yang menanyakan itu padamu,” balasnya
sengit.
“kamu mengenalnya Ris?” tanya Viko dengan pandangan
bertanya.
“dia sahabatku di sekolah,” jawab risa cepat. “biar
kujelaskan Bobby...”
“kenapa kau tidak mengatakan terus terang kepada kami?”
potong Bobby terluka. “selama ini kami mencemaskanmu. Apakah dia lebih penting
dari kami? Lebih penting dariku?”ada
Ada penekanan pada ucapan terakhir Bobby. Bobby menatap
Risa dan Viko bergantian. Apakah Risa menganggap hubungan mereka ini hanya
lelucon.
“tunggu dulu. Ini tidak seperti yang kau bayangkan,” kata
Risa buru-buru.
“tidak seperti yang kubyangkan? Jadi kamu mau bilang kalau
kamu tidak sedang berpacaran dengannya?” tanya Bobby tidak percaya. Ekspresinya
berubah. “katakan padaku ris sejak kapan kau mengenalnya? Kamu menganggap au
ini apa?”
Bobby merasa dikhianati oleh Risa, sahabat yang diam-diam
ia sukai selama ini. Ia tidak ingin mendengar penjelasan apa pun. Ia tidak
menyangka Risa berusaha menyembunyikan kenyataan ini darinya. Hatinya marah dan
kecewa. Semua perhatiannya selama ini apakah hanya dianggap sebagai agin lalu.
Semua pengorbanannya dan harapannya tampak tidak berarti. Bagaimana bisa
penantiannya selama dua tahun ini bisa digantikan dengan orang yang baru
dikenal Risa. Risa telah memberikan harapan kosong padanya.
“kamu Bobby kan?” tanya Viko, teringat perjumpaan mereka d
bengkel sepeda motor waktu dulu.
“ya. Aku tidak menyangka kita akan berteu lagi. Dunia ini
sempit ya,” kata Bobby geram, berusaha menahan agar tidak menonjok pria yang
lebih tinggi darinya itu.
“Bobby, aku baru saja mengenalnya,” ucap Viko yang bingung
dengan sikap Bobby. Benarkah ini Bobby yang sempat dikenalnya dulu?
“baru kenal? Tapi hubungan kalian sudah sejauh ini. Hebat
juga,” sindir Bobby yang tidak bisa mengendalikan amarahnya.
“Bobby kumohon dengarkan aku,” kata Risa memelas. Bobby
memandangnya galak.
“kau berbohong Ris. Kenapa harus sembunyi-sembunyi. Takut
kami akan mengganggu kalian? Kata Bobby menusuk.
“Bobby ini sungguh tidak seperti yang kau kira. Aku tidak
bermaksud membohongimu,” kata risa yang sekarang benar-benar panik.
“tidak bermaksud membohongiku? Manis sekali. Cukup Ris. Aku
paham. Tidak perlu kau jelaskan lagi,” kata Bobby tegas.
Bobby melangkah keluar secepatnya. Selagi ia menarik pintu,
ia mendengar Risa berkata kepada Viko.
“aku harus mengejarnya. Aku harus menjelaskan salah paham
ini. Kau tidak perlu mengantarku pulang,” ucap risa buru-buru.
“baiklah.”
Bobby bisa mendengar Risa memanggil-manggil namanya dari
belakang. Namun ia sangat terpukul, ia tidak ingin bertemu dengan Risa saat
ini. Maka Bobby melangkah dengan cepat, berbelok tajam di tikungan lalu melihat
toko elektronik superbesar di ujung jalan. Lagu yang diputar dari dalam toko
membahana sampai ke jalanan. Tanpa berlama-lama lagi Bobby melangkah masuk. Ia
menyelipkan diri di antara barang-barang elektronik berukuran besar sehingga
terhalang pandangan.
Saat berikutnya ia melihat Risa sedang kebingungan
mencarinya, mondar-mandir sepanjang jalan itu. Ia bisa melihat risa dari kaca
toko yang transparan. Risa sekarang putus asa, kehilangan jejak. Risa melangkah
dengan lesu, kepalanya menunduk lalu bersandar pada kaca etalase toko di
dekatnya, menatap langit kelam di atasnya. Mereka hanya terpisah beberapa
meter. Baik Risa maupun Bobby terdiam lama. Belum mereka berdebat seperti ini.
Lagu berikutnya mengalun sedih mencerminkan perasaannya
saat itu. Bobby mendengarkan dengan seksama. ia tahu bahwa Risa juga sedang
mendengarkan lagu ini diluar.
...cause all that’s left has gone away
And there’s nothing there for you to prove
Oh , look what you’ve done
You’ve made a fool of everyone
Oh well, it seems likes such fun
Until you lose what you had won
Give me back my point of view
Cause I just can’t think for you
I can hardly hear you say
“what should I do?”, well you choose...
Bobby tahu ia tidak benar-benar marah terhadap Risa. Ia
juga tidak ingin membuat Risa sedih. Hanya saja ia ingin sekali Risa memberi
kesempatan padanya sekali saja untuk menjadi orang yang paling dibutuhkan.
Bobby tidak keberatan bila Risa membohonginya beberapa kali atau bahkan
beratus-ratus kali, asalkan Risa bersedia berada di sisinya. Ia sangat mengenal
Risa. Risa bukanlah orang macam itu, Risa pasti punya alasan kuat
menyembunyikan hal ini dari temanteman dekatnya. Toh ini semua hanyalah masalah
waktu. Bobby tidak tahu pada saat itu bukan hanya dirinya yang merasa merana.
Saat itu, Risa dan Viko juga merasa kesepian.
Viko masih belum meninggalkan kafe itu. Ia terdiam
memandang minumannya. Ia lupa bahwa Risa telah kembali ke asalnya. Ia baru sadar
bahwa ia tidak mengenal kehidupan Risa saat ini. Bagaimana dengan keluarganya,
teman-temanya, pemikirannya, seklahnya atau apakah Risa telah mempunyai
seseorang yang dicintai sebelum bertemu dengannya, apakah perasaan Risa
terhadapnya telah berubah. Viko merasa bersalah ia tidak pernah menanyakan hal
itu kepada Risa. Ia terlalu gembira mengetahui bahwa Risa masih hidup.
“apakah hubunganku saat ini bisa berthan lama?” gumamya
lesu, eneguk habis minumannya.
Risa bersandar lemas pada kaca toko. Ia takut kehilangan
sahabat-sahabat terbaiknya terlebih ia merasa bersalah terhadap Bobby. Risa
bingung bagaimana harus menceritakannya namun ia tahu belum saatnya untuk
memberitahu mereka. Yang pasti, ia harus menjelaskan secepatnya. Bobby pasti
akan menghindarinya. Ia tidak ingin Bobby menjauhinya. Ia tahu bahwa ia telah
melukai perasaannya.
“apa yang sebaiknya kulakukan,” desah Risa mengharap
petunjuk. Alunan lagu yang di dengarnya dari dalam toko membuat perasaannya
semakin merasa bersalah.
Oh , look what you’ve done
You’ve made a fool of everyone
Oh well, it seems likes such fun
Until you lose what you had won
Saat lagu berjudul Look What You’ve Done oleh grup JET itu
berakhir, Risa beranjak pergi. Tak lama kemudian Bobby mengintipnya
sembunyi-sembunyi dari pintu toko. Risa berjalan dengan lambat seolah tidak
punya tujuan. Viko mengawasinya dari baik kaca kafe, namun ia hanya bisa
membiarkan Risa yang tengah berwajah murung lewat begitu saja. Belum pernah ia
begini sedih. Mungkin saat ini ia harus berlapang dada dan berharap risa telah
menemukan orang yang tepat baginya. Seharusnya ia sudah menyerah dan berharap
suatu hari nanti mereka dapat berteman dan berbicara seperti biasa.
“jika aku benar-benar berarti bagimu, menolehlah ke
belakang. Menolehlah. Menolehlah,” gumam Bobby penuh harap kepada sosok Risa
dari belakang.
Lalu Risa mendadak berhenti melangkah lalu berputar ke
belakang. Bobby bersembunyi tepat pada waktunya, menghela napas panjang sambil
memejamkan mata. Risa menoleh ke belakang, berharap bisa melihat Bobby dan
menjelaskan apa yang terjadi namun jalanan itu penuh berisi orang banyak yang
tidak dikenalnya.
Bobby terhenyak, bersandar pada pintu toko, tidak
menghiraukan pengunjung yang melihatnya curiga saat masuk ke dalam toko. Bobby
mengintip Risa kembali, Risa berjalan menuju tikungan lalu lenyap dari
pandangan. Sekarang ia tahu, ia tidak bisa berhenti mencintai Risa saat ini.
Mungkin akan menyakitkan dan melelahkan jika ia terus bersikap seperti ini.
Tetap saja, ia tidak mau menyerah sampai dirinya sendiri memutuskan untuk
berhenti.
***
Bobby kembali ke kafe. Sebenarnya dia bermaksud menemui
temannya di lantai atas. Langkahnya terhenti begitu melihat Viko masih duduk di
salah satu meja.
Viko menyadari kehadirannya. Bobby hendak langsung
menghambur menaiki tangga namun Viko lebih dulu menghampirinya.
“Kumohon, jangan salah paham pada
Risa. Aku bisa menjelaskannya.” “jangan bermain-main dengan Risa,” ancam Bobby.
“apa?” tanya Viko tidak paham.
“aku mengenal Risa jauh lebih dulu darimu. Sedangkan kau,
seberapa dalam kau mengenalnya? Apa saja yang telah kau lakukan untuknya? Kau
membuatnya berubah. Risa lebih memilih kau dibanding teman-temannya sejak
kecil.”
“aku tidak mengerti.”
Bobby memandang Viko sengit. “aku akan merebutnya drimu.
Kamu gak pantas jadi pacarnya. Kamu gak menyadarinya?”
“apa maksudmu?” kata Viko terperanjat.
“dengar,” potong Bobby. “aku ingn kau mundur. Kau hanya
akan menyakitinya pada akhirnya.”
Sambil berkata begitu, Bobby membuang muka lalu menaiki
anak tangga, meninggalkan Viko yang kebingungan mendengar kata-katanya.
Viko terdiam. Ia baru menyadari bahwa banyak yang tidak
diketahuinya mengenai Risa. Tentang orang-orang terdekatnya, tentang kehidupan
mereka sebelum bertemu dll. Ucapan Bobby ada benarnya. Dan bila Risa berubah,
ini karena salahnya.
Sebenarnya apa yang disukai Risa dari dirinya? Kenangan?
Yang menyatukan ereka hanyalah sepenggal kisah masa lalu. Sedangkah masa lalu
adalah masa lalu...
Viko belum pernah jatuh cinta pada seseorang seperti ini. Namun ketika
mengalaminya, ia menjadi tidak yakin dan tidak percaya diri. Entah mengapa, ia
merasa tidak tenang. Bukankah semuanya berlangsung seperti yang diharapkan?
Tetapi terasa ada yang mengganjal.
Sign up here with your email